Thursday, November 11, 2010

Balada TPA

Yes indeed, Tempat Pengasuhan Anak (kerennya day care)
berminggu-minggu saya review TPA yang ada di Yogya, tepatnya di Yogya selatan. Tidak banyak yang saya kunjungi sih, karena pertimbangan saya dan suami TPA harus dekat dengan rumah.

Ya, pilihan ini diambil karena abim tidak bisa diasuh dengan mbah utinya lagi. Mengapa memilih TPA? hmm, saya prefer menggunakan jasa TPA ketimbang pengasuh. Hal ini sebetulnya bergantung pada preferensi setiap orang tua saja. Ada yang merasa nyaman dengan pengasuh dan ada yang nyaman dengan TPA.

Kelebihan day care ketimbang dengan pengasuh menurut saya Pertama, No TV ALL DAY, entahlah saya termasuk orang tua yang gemas kalau anak terlalu sering terpapar TV. Tapi asyiknya abim bukan tipe anak yang suka nonton TV, dia lebih seneng ngoprek mainan atau "bantuin" saya di dapur. Nah, di TPA tidak ada TV, dan saya senang sekali. Kedua, LOTS ACIVITIES, di TPA umumnya jadwal kegiatan sudah terjadwal dengan rapi, biasanya pada pagi hari mereka akan belajar bersama, makan siang kemudian istirahat. Nah, padatnya kegiatan membuat anak terasah kemampuannya dan menciptakan habit yang bagus. Selain itu, anak lebih cepat mandiri karena kemapuan dasar seperti toilet training dan makan sendiri mulai terasah. Jadwal makan yang teratur juga membuat anak tidak mengenal warung alias NO JAJAN, sebisa mungkin saya ingin menjaga abim dari makanan yang kurang sehat.

Ah, apapun pilihannya, Mom knows the best!

Editor Prigel

Melihat tren perbukuan saat ini, saya benar-benar terhenyak. Hmm, tren yang tercipta benar-benar di luar dugaan. Ada penerbit yang benar-benar beruntung dalam menginvestasikan modal sehingga memperoleh oplag yang fantastis. Ada pula penerbit yang terbanting-banting dalam urusan harga dan berakhir pada Yusuf Agency (tau kan, ini yang paling dicari saat pameran buku). Mau tidak mau kita harus mengakui keberhasilan tersebut datang dari proses book making yang luar biasa dan melibatkan peran editor di dalamnya. Tentu saja dengan tidak menisbikan peran unsur yang lain.

First keys on writing is to write. Not to think!. Kunci pertama menulis adalah menulis. Bukan berfikir. Demikian ucap William Forster di depan Jamal Wallace dalam film “finding Forrester”.

Apa ya padanan prigel dalam bahasa Indonesia?
Bisa dikata prigel dalam bahasa jawa berarti kemampuan yang komprehensif dan merujuk pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (ah, jadi inget kuliah pendidikan jaman dulu).

Lantas apa hubungannya dengan editor? hmm..intim sekali dong.
Dunia penerbitan buku merupakan dunia gagasan. Bisnis penerbitan buku merupakan bisnis rumit karena menggunakan insting lebih untuk dapat menghasilkan produk buku pro-pasar. Dalam asumsi bidang keredaksian, sebuah penerbit yang berorientasi pasar selalu berkeyakinan bahwa instrumen pemasaran yang utama adalah bukunya itu.

Pengertiannya, editor sebagai peramu buku harus mampu menghasilkan buku yang memang berkualitas, judul yang impresif, tampilannya menarik, dan tema yang sesuai dengan kebutuhan pembaca. Nah, dengan tuntutan seperti itu seorang editor tidak hanya berurusan dengan titik koma saja namun harus bisa mengasah insting untuk melejitkan oplag. Maksud saya, sang editor harus prigel memilah naskah yang masuk bahkan mencari sendiri naskah yang kira-kira akan melejit. Karena industri penerbitan adalah bisnis gagasan dan sialnya gagasan iru amat bergantung pada SDM, maka kelihaian editor amat dibutuhkan. Nah, prigel itu maksudnya.

Kucingku lucuu...

yaiiyy...bisa ngeblog lagi
saya membenarkan perkataan seorang sahabat yang berujar "menulislah kapan saja saat kamu ingin"
hwaa..kedengarannya mudah, tapi entahlah kadang-kadang semangat menulis itu bagaikan anomali dalam diri saya..hihi..looks great, dear

cerita tentang kucing yuk, lho kok kucing sih *tepok jidat**
ya, saya geli sekali dengan hewan jenis ini. Menurut saya kucing sama sekali tidak memiliki keindahan (maap untuk catlovers). Bulunya yang bikin bersin, tingkah lakunya yang seringkali ngeselin (maksudnya saat dia bergelendot mesra itu).. hwaa..ga banget lah.

Nah, masalahnya si abim itu seneeengg banget sama kucing. Ya ampun, dia begitu fasih melafalkan kata kucing, padahal kata-kata lain pengucapannya masih kacau. Dan melihat reaksinya ketika bertemu kucing di jalan atau dimana saja (sekalipun cuma wallpaper di kompie) teriakannya sungguh bombastis menurut sayaa. Dia akan kegirangan setengah mati. Matanya menyipit sambil menirukan bunyi kucing, ahh pokoknya mesra sekali. Iri saya dibuatnya.



gambar ini yang bisa bikin Abim termehek-mehek..ckckck

**Sayang hingga sekarang saya belum bisa mengabadikan gambar mesra abim dan kucing